Inilah Strategi Tepat Saat IHSG Tertekan

Kebumennews, Jakarta-Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mondar mandir di kisaran 3.400-3.500 dua pekan terakhir. Strategi apa yang sebaiknya dilakukan investor?
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, kalau IHSG bisa ditutup di atas resisten 3.475, baru muncul sinyal bahwa trend turun IHSG berakhir. Namun, kalau indeks justru menembus kisaran support 3.430-3.435, investor sebaiknya menunggu hingga kisaran 3.300-3.350 lagi untuk bisa mulai untuk melakukan posisi akumulasi.
“Dengan posisi penutupan IHSG kemarin di atas level support 3.430 – 3.435, maka investor hari ini bisa melakukan posisi beli spekulatif, “ ujarnya, Jumat (25/2).
Sementara Samuel Sekuritas menilai, dengan asumsi yield obligasi saat ini di level 8,9%, maka price earning ratio (PER) IHSG 2011 sebesar 12,5 kali, bisa diartikan sebagai sinyal beli, “Karena spread menyempit mendekati 1%, atau setara dengan IHSG di level 3.137,” katanya.
Menurutnya, kekhawatiran inflasi telah memicu peningkatan yield obligasi, dimana saat ini yield obligasi pemerintah 10 tahun telah naik ke 8,9%, naik 16,7% year to date (YTD) 2011. Ini adalah angka tertinggi dalam 10 bulan.
Sementara kisaran antara obligasi pemerintah 10 tahun dan earning yields adalah 1,56%, lebih tinggi ketimbang rata-rata 2010 yang mencapai 1,4%. Namun lebih rendah ketimbang rata-rata 5 tahun sebesar 3,34%. Kendati demikian, selisih yield belum dapat menyiratkan sinyal beli.
Pada umumnya, sinyal beli kuat memang terjadi ketika yield obligasi 10 tahun sama dengan laba hasil. “Namun berdasarkan analisis kami, risiko pada ekuitas muncul ketika selisih mendekati 1%,” katanya.
Kendati inflasi akan memberikan tekanan pada yield obligasi10 tahun, namun yield obligasi diharapkan tidak akan bereaksi seperti Oktober 2008 sebesar 20,9% atau November 2005 sebesar 14,5%. “Hal ini mengingat potensi Indonesia yang akan ditingkatkan menjadi Investment Grade, “ujarnya.
Seperti diketahui, Fitch Ratings Indonesia akan meninjau kredit rating Indonesia pada akhir kuartal pertama 2011.Sebelumnya, Fitch menaikkan peringkat Indonesia ke BB+ dengan outlook stabil pada Januari 2010.
“Dengan harapan Fitch meng-upgrade rating Indonesia ke peringkat investasi, kami memberikan premi risiko lebih rendah untuk penerbitan utang pemerintah,” paparnya.
Adapun IHSG telah turun 7,5% secara YTD dan 9,4% dari level puncak. Selain karena profit taking, setelah kinerja yang kuat, kekhawatiran akan inflasi, memanasnya situasi geopolitik di Timur Tengah dan meregangnya valuasi menjadi katalisnya.
Ketika IHSG berada di level 3.447, pasar diperdagangkan pada PER 2011 sebesar 13,7 kali, dengan pertumbuhan EPS 18%, lebih tinggi ketimbang rata-rata historis dalam 5 tahun sebesar 12,8 kali. Sektor dengan penurunan terbesar sejak awal 2011 adalah properti, yang anjlok 13,5%. Kemudianagribisnis 11,9% dan semen 10,3%.
Di tengah situasi ini, Samuel Sekuritas merekomendasikan saham yang diperdagangkan pada PER 2011 sebesar 12,5 kali atau di bawahnya, dengan manajemen dan nerada perdagangan yang kuat.
Salah satu saham pilihan adalah AKR Corporindo (AKRA) dengan target harga dapat mencapai Rp1.900. Kemudian saham perbankan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bank Mandiri (BMRI) dengan target harga masing-masing Rp6.750 dan Rp7.800.
Sedangkan saham Wijaya Karya (WIKA) diperkirakan menguat menuju level Rp870, Telekomunikasi Indonesia (TLKM) Rp9.900 dan Semen Gresik (SMGR) ke level Rp11.200. Untuk pertambangan batu bara, saham pilihannya adalah Bumi Resources (BUMI), Indo Tambangraya Megah (ITMG) dan TB Bukit Asam (PTBA) dengan target harga dapat mencapai Rp3.950, RpRp59.000 dan Rp27.500.
Yuganur Wijanarko, Riset Senior HD Capital optimistis akan laju IHSG, yang ditargetkan dapat mencapai 3.650. Dari eksternal, reli harga komoditas dan perbaikan ekonomi Amerika sempat membuat Dow Jones menguat selama lebih dari 3 pekan.
Sedangkan dari internal, kebijakan pemerintah yang condong pada skenario penguatan rupiah untuk meredam inflasi akibat kenaikan harga komoditas dan bahan baku, menjadi salah satu pemicunya.
Sepanjang 2010, rupiah menguat di bawah 9.200 per dolar AS dan hal ini diperkirakan berlanjut hingga 2011. “Margin perusahaan yang sensitif terhadap perubahan kurs seperti ASII, INDF dan KLBF banyak yang membaik, karena 90% dari bahan baku masih diimpor,”ujarnya.
Yuga menuturkan, beberapa emiten big cap di sektor konsumer dan perbankan saat ini masih diperdagangkan di PER 2011 sebesar 13 kali, “Ini berarti masih banyak ruang penguatan hingga plafon PER 2011 16 kali tercapai, ketika IHSG sudah di 3.800,” ucapnya.
Beberapa saham yang menjadi pilihannya berasal dari sektor perbankan, seperti BMRI dan BBRI dengan target harga 1 bulan masing-masing ke Rp6.300 dan Rp5.200. Kemudian Astra International (ASII) yang dapat mencapai Rep56.000.
Selain saham TLKM dengan target harga dapat mencapai Rp7.950. Sedangkan untuk sektor konsumer, saham Indofood Sukses Makmur (INDF) dan Kalbe Farma (KLBF) memiliki target harga masing-masing Rp5.100 dan Rp3.200. [mdr]
