Revisi UU Teroris Rawan Penyalahgunaan Kewenangan

INILAH.COM, Jakarta - Pengamat terorisme, Noor Huda Ismail mengkhawatirkan terjadinya penyalah gunaan kewenangan jika Undang-Undang Terorisme di revisi. Menurutnya ada hal yang lebih penting dilakukan selain melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut.
Hal tersebut disampaikan Noor Huda Ismail saat dihubungi INILAH.COM, Minggu (20/3/2011). Menurutnya kerawanan penyalagunaan kewenangan sangat mungkin terjadi jika undang-undang terorisme direvisi.
"penyalah gunaan wewenang model ini sangat terbuka. Sekarang misalnya negara kita sudah baik kemampuan intelegennya, kemudian menemukan indikasi akan terjadi tindak terorisme, kalau betul mau berbuat itu syukur lah bisa dicegah, kalau tidak berbuat, apakah kita punya mekanisme untuk rehabilitasi nama baik itu," jelas Noor Huda.
Pengamat terorisme ini mengatkan saat ini saja, orang-orang yang hanya dituduh melakukan terorisme sudah mendapatkan cap sebagai seorang teroris meski sebenarnya belum ada putusan hukum yang memastikan mereka terlibat atau tidak. "Kemudian contoh dalam hal salah tangkap saja, tidak ada proses rehabilitasi. ya dikeluarkan, tapi dikeluarkan begitu saja. Nah hal-hal itu yang justru menimbulkan radikalisme baru," ucapnya.
Noor Huda mengatakan meski negara memberlakukan zero tolerance terhadap tindak terorisme, namun hal itu tidak harus dilakukan secara membabi buta. "Misalkan ada yang ceramah di Masjid, kemudian dia menyerukan untuk berzihad, apa harus langsung ditangkap," katanya.
Lebih jauh menurutnya selain meributkan merevisi UU tentang penanganan tindak terorisme, ada hal yang lebih penting harus diperhatikan, yakni mengenai mantan orang-orang yang terlibat terorisme. "Dari pada meributkan masalah itu, lebih baik melihat satu yaitu teroris drop out. Yakni orang-orang yang keluar atau drop out dari terorisme, orang-orang yang pernah terlibat, kenapa mereka tidak dilibatkan dalam penanganan agar mereka tidak kembali lagi," tutupnya.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan merevisi Undang-Undang Terorisme karena dinilai tidak tegas dalam mencegah terjadinya aksi teror. Kepala BNPT Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai pada Kamis lalu mengatakan, di dalam revisi tersebut mengatur hal-hal yang dianggap bibit terorisme, seperti kelompok atau orang yang menebar kebencian dan permusuhan dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan, dan pengaturan pelatihan bergaya militer.
